catatan hari pertama



1

1. Hari pertama

Di sebuah sudut ruang, aku terbangun. Rasa-rasanya aku baru saja jatuh dari tempat yang paling tinggi. Kepalaku pening. Mungkin aku hanya kehilngan separuh oksigen dan selebihnya kamu. Ku tengok jam sekitar pukul 09.00. sial aku baru saja baru dan melewatkan beberapa bentuk pertandingan yang menarik semalam.
Aku lapar.

3. Masih di hari pertama
 
Ada beberapa buku. Kau bisa memilihnya disini. Banyak genre sastranya dan sedikit buku membahas musik. Ada empat. Mungkin itu cukup membuat tulisan aneh tentang tokoh musik nanti. Merdekalah nasib sang penulis. Ah. Tapi belum menarik juga buku-buku itu.
Ini sekitar pukul 12.00. sebelumnya saya sudah tidak merasa lapar lagi. Saya tadi sudah nyeduh indomie dan minum coca-cola.....bla bla bla
Sempat membuka halaman buku-buku itu, dan masih belum tertarik untuk membaca isi lambung dari buku itu.
Yang bikin nafsu hari ini adalah kau. Aku masih kalut soal kau.
.....

/lihatlah malam terbakar/
/ ranjang terbakar/
/mimpi-mimpiku terbakar/
/mungkin juga nanti kuburanku kebakar//

.....
Ah rasa sedih selau membuat kebiasaan lama tumbuh: menulis sebuah puisi.
3.     
2.  2. Masih juga pada hari pertama

Aku menimbang-nimbang soal nafsuku membaca. Aha ada buku yang gak bagus juga untuk otakku kali ini. Catatan Harian Seorang Istri Penuh Gairah dan Seorang Suami Pencemburu.
Dan tiba-tiba nada sumbang seorang tumbuh menirukan sponsor: wakil rakyat seharusnya selera rakyat.
Dengan Font tebal ala kanji buku itu ditulis. Aku harus membacanya. Karena mungkin saja seorang alien menuliskan curhatnya di sana: orang-orang jepang itu jahat, ia membunuh beberapa hewan peliharaan kami, ultramen misalnya. Dll. Etc. Godzila juga di bunuhnya.
  
4.Ya masih di hari pertama juga

Aku akhirnya menghabiskan 13 halam saja, selebihnya aku masih memikirkanmu. Itu hanya kuat pada 14.00 dan tiba-tiba ngantuk mengetuk. Tok.tok. silakan, apa ini soal kantuk?
Ya, bangun-bangun jam 20.00 dan memeriksa alat komunikasi antariksaku membuat tatto “masih marah?”
Aku makin membayangkanmu.
..........
Pertanyaan yang membosankan. Aku masih suka kamu mana mungkin aku membencimu.
.........
aku sedang tenggelam di kasur. Bergelombang. Aku membayangkan ini semacam laut. Aku mencium amisnya kematian. Kau terlihat seperti gerombolan ikan yang hidup di kakiku. Dan hilir mudik masa lalu adalah kapal nelayan.
Ini sedang badai tropika. Badai Dahlia. Akan membuat gelombang besar dan angin kencang. Apa kabarmu bu?
*aku gak tau rasaya yang utuh bagaimana. Ini adalah simbol-simbol yang datang padaku malam ini. dan aku harus membaginya. Mungkin saja dengan membagi aku akan mendapatkan yang utuh kembali. Tanks. Telah menjadi gulali aneka rasa.....semacam indomie dan coca-cola yang di santap dalam waktu bersamaan.

Obrolan Sepi


ilustrasi: internet



Kawananku, bocah laki-laki sedang bicara. Lima sampai delapan. Aku tak bisa memastikannya. Kadang datang dan pergi. Dengan segala keributan diri, ia menyiapkan yang perlu disiapkan saat ngobrol. Kisah petualang seorang cewek dengan sejumlah laki-lakinya atau sebaliknya. Cerita panjang penangkapan seorang pemuda yang terduga mencuri setiap pengetahuan dari kepala masing-masing orang di kota ini. Pada akhirnya mereka jatuh pada kesimpulan paling bijak: adakah kopi?

Aku tahu itu dari Bojo Galak. NDX AKA yang bikin, aku ngrasa semboyan ini seperti milik Gus Dur bapak bangsa itu. Gitu aja kok repot dan kuat di lakoni, gak kuat tinggal ngopi. Semua keruetan dalam hidup kami jatuh kesana. Secangkir kopi dengan membayangkan senyummu merupakan sisi keindahan dunia yang lain, dan semua beres masalahku selesai disana. Pun dengan kawanku, tentu dengan senyum wanita lain yang lebih mereka idamkan.

 Ruang temu yang mungkin saja akan menjadi bertemu raungan.

Dan kami masih bisa melarikan pembicaraan kami kemanapun.
Pemuda A memulainya dengan pertanyaan sederhana. “apa yang akan kau lakukan jika mempunyai uang 5 T.? Tapi hanya boleh mengambil satu pilihan saja” pemuda S memprotes “mana bisa begitu?”
“hidup pilihan” kata getirnya muncul

Dari lima empat lelaki yang bertahan sepontan melirik satu sama lain. Memutar otak. Betapa sesuatu sulit jika dihadapkan pada banyak keinginan tapi hanya memilih satu. “Aku lebih memilih membeli partai politik. Banteng, Beringin dan kepala burung emprit kuning Itu, aku akan menguasai Indonesia dan menjual sawit, minyak bumi dan lain sebagainya dari negri ini. juga menguasai televisinya” kata K

“nyawer biduan dan menjadikannya istri” kata W

“Membeli Bank untuk menyimpan sisa uangku 5 T” kata S

Kemudian aku berpikir akan melamar kamu. Tapi ku urungkan segera. Betapa sunyinya pembicaraan kami tadi. Jadi kau bisa menebak, apa pekerjaan kami. Jadi ku kutipkan ini untukmu dari Chairil Anwar.

Bukan maksud mau berbagi nasib
Nasib adalah kesunyian masing-masing
[.....]
Kupilih kau dari yang banyak, tapi
 sebentar kita sudah dalam sepi lagi terjaring
aku pernah ingin benar padamu
di malam raya, menjadi kanak-kanak kembali
[....] jangan satukan hidupmu dengan hidupku  [....]  
[....] ini juga kutulis di kapal, di laut tidak bernama.

Orang Asing Yang Lama Aku Kenal



Internet

Pertemuan mengawali semuanya. Ia biasa saja, dengan lesung pipi yang  pantas. Ia gampang tersenyum, kadangkala aku menduga itu bukan senyuman.

Ia pandai, tangkas dan berpikiran maju. Seorang wanita dengan karakter semacam itu siapa pula yang tak jatuh hati? Tapi aku belum. Ada kabut yang menyelimuti pada setiap pembawaannya. Dan itulah yang selalu membuatku tertarik dan mencoba mengawali obrolan. Selalu gagal.

Namun pada pertemuan. Entah apa yang membawanya memenuhi undangan diskusi malam itu. Ia datang sendirian, tentu saja aku harus menghampirinya terlebih dahulu. Maklum ia orang baru di kota ini. Tapi entah ada apa ia penurut atau bagaimana? Ia seperti yang aku ceritakan di atas; menyimpan kabut. 

Kami hanya mendengarkan diskusi yang sedang berlangsung. Kami bersandingan. Tapi tak ada pembicaraan. Diskusi membahas Militerisme yang kian merasuk ke semua lini, termasuk kursi-kusri dewan di mahasiswa. Mungkin saja ia tak mengerti soal diskusi yang sedang berlangsung. Akupun sama. Dalam hati aku bicara “bahasa melangit, padahal mereka aktivis”.

Aku ngecek gawai. Membuka sandi dan mematikannya. Dan begitu seterusnya. Sebelum  memututuskan untuk mengirim pesan ke seseorang dan mengabari “aku baik-baik saja”. Tapi aku melihat photo profile orang yang ada di sampingku. Seorang laki-laki lengkap berseragam dan masuk kategori militer. Pertama aku mikir “tentu itu ayahnya”. Yang kedua “ini kesan pertama yang buruk, kenapa saya ajak pergi ke diskusi beginian, payah”.

Sesuatu harus dipecahkan. Aku memberanikan diri bertanya:
+ “ayahmu?”
+ “ceritanya panjang”
Aku diam. Pertama aku aman, berarti itu bukan ayahnya dan kedua aku berpikir yang bukan-bukan. Tapi seseorang disampingku adalah orang baik. Jadi aku putuskan diam saja.

                +“jika ada waktu aku akan bercerita” tawarnya.

Ini sesuatu yang aneh. Tak biasa ada orang menawarkan hal semacam itu. Apalagi, aku dan dia orang asing bagi masing-masing. 

Jika benar ia bercerita: maka kecerobohan, dia bercerita kepad orang asing. Juga kecerobohanku mau mendengar cerita orang asing.

Beberapa malam berselang. Kami memutuskan tempat dan mulailah bercerita. Kecerobohan telah terjadi. Bla..bla. sesuatu terjadi pada otakku. Sejarah selalu terkait dengan sejarah lain, meskipun lebih kecil. Begitu pula dengan pristiwa ini. saya diterbangkan pada masa silam. Saya melihat pristiwa yang pernah terjadi pada saya. Saya sudah pernah mengenal wanita yang sekarang dihadapanku. Dengan cerita yang sama tapi berbeda sebab. Aku mengenalnya. Dia orang asing untukku tapi terasa ia orang lama yang mengenalku.

Jadi Apa Kabar Ma-mu?